Di Indonesia,
masyarakat lebih sering mengingat tanggal 5 oktober sebagai hari lahirnya TNI.
Maklumat Presiden Soekarno tentang Perubahan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945 menjadi
landasan ditetapnya tanggal 5 Oktober sebagai hari TNI. Namun hanya sedikit
yang mengetahui selain sebagai hari TNI, tanggal 5 Oktober adalah hari guru Sedunia
(World Teachers’day).
Hari guru sedunia
diprakarsai oleh UNESCO sebagai badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada
tanggal 5 Oktober 1994 dengan tujuan agar masyarakat dunia mengakui kontribusi
yang signifikan yang dilakukan oleh guru dalam upaya mencerdaskan masyarakat
dan menyiapkan generasi mendatang.
Di Indonesia, hari guru diperingati
setiap tanggal 25 Nopember. Upacara peringatan hari guru dilakukan di setiap
sekolah, dan di beberapa tempat upacara peringatan hari guru dilakukan secara
bersamaan dengan peringatan hari kesehatan dan hari korpri. Selain kegiatan
upacara, beberapa instansi melakukan kegiatan ziarah ke makam guru, melakukan
doa bersama ataupun mengadakan lomba antar guru.
Dalam perjalanan panjang eksistensi
guru, saat disibukkan dengan aktivitas pembelajaran untuk menyiapkan siswa agar
siap menghadapi industri 4.0. beberapa bulan belakangan, guru dikejutkan pernyataan
bernada kritikan dari menteri keuangan Sri
Mulyani Indrawati di Aula Gedung Guru, 10 juli 2018 yang menyebutkan bahwa
sertifikasi guru tidak berbanding lurus dengan kualitas pendidikan. Program
sertifikasi dianggap hanya sebuah prosedural untuk memperoleh tunjangan yang
tidak mencerminkan apapun. Benarkah pernyataan menteri keuangan tersebut? Dan
jika benar apakah solusi yang yang tepat untuk mengatasinya? Padahal anggaran
untuk memenuhi sertifikasi guru merupakan bagian dari 20% anggaran pendidikan
di APBN. Di sisi lain perubahan kebijakan beban kerja minimal di sekolah pada
dapodik yang minim sosialisasi membuat banyak guru kelabakan mendapatkan
solusinya.
Kritikan terhadap kualitas guru dan
pendidikan yang dilontarkan oleh menteri keuangan tersebut bukanlah yang
pertama kali. Tahun 2014, Dirjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan menyebutkan pemberian tunjangan profesi guru masih belum dimbangi
dengan peningkatan mutu guru secara signiifikan. Tahun 2015, Bank Dunia
menerbitkan buku berjudul Reformasi Guru di Indonesia:
Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan yang menyebutkan bahwa
sertifikasi belum berhasil meningkatkan kompetensi guru ataupun hasil belajar
siswa. Pada tahun 2017 yang lalu, kajian anggaran pendidikan kantor staf
presiden menyimpulkan manajemen guru belum berorientasi pada kualitas.
Program sertifikasi guru merupakan
amanat dari undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan undang-undang nomor 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Secara singkat sertifikasi guru merupakan pemberian
sertifikat profesi pendidik bagi guru yang telah memenuhi syarat yang telah
ditetapkan. Sertifikat tersebut menjadi bukti formal yang menunjukkan bahwa guru tersebut merupakan tenaga
profesional. Selanjutnya guru yang telah memperoleh sertifikat tersebut berhak
mendapatkan tunjangan profesi pendidik (yang lebih dikenal sebagai tunjangan
sertifikasi) sebesar gaji pokoknya sebagai guru yang dibayarkan tiap triwulan.
Namun, dibeberapa wilayah dan kebupaten
di Indonesia muncul masalah yang dihadapi guru terkait persyaratan memperoleh
tunjangan tersebut seperti adanya guru yang kesulitan untuk memenuhi syarat
mengajar minimal 24 jam pelajaran. Sedangkan guru-guru yang mendapat tugas
tambahan sebagai wali kelas, pembina ekstrakurikuler juga harus meluangkan
waktu untuk melakukan pembinaan pada siswa. Pembinaan siswa itu juga perlu
masuk dalam jam mengajar guru bersangkutan. Begitupun dengan pembimbingan siswa
dan pengembangan kegiatan keprofesionalannya. Masalah masalah tersebut cukup
menguras energi guru yang dapat mempengaruhi aktivitas mengajarnya sehari-hari.
Kualitas Pendidikan Bukan Hanya Tanggung Jawab Guru
Kualitas pendidikan tidaklah bergantung
pada guru semata. Guru hanyalah pelaksana kebijakan pemerintah dilapangan.
Selain guru yang profesional yang melaksanakan proses pembelajaran, kualitas
pendidikan juga bergantung pada kurikulum yang digunakan, administrasi dan
manajemen sekolah, serta fasilitas dan sumber belajar. Walaupun harus diakui
tanggung jawab sebagai pelaksana dilapangan membuat beban itu sangat terlihat
di pundak guru.
Mungkin pada beberapa guru, tidak ada
dampak sertifikasi dan meningkatnya penghasilan terhadap mutu pembelajaran yang
dilakukan. Tidak ada perubahan cara megajar sebelum dan setelah mengikuti
sertifikasi. Secara statistik persentase guru yang benar-benar profesional
sesuai sertifikat yang dimilikinya memang masih rendah. Namun bagi pendidik di
tempat lain, banyak guru yang berhasil meningkatkan kualitas, bahkan dengan
dana mandiri banyak guru melanjutkan pendidikan ke jenjang magister, mengikuti
perkembangan pendidikan modern tentang temuan baru dunia pendidikan, membuat
alat peraga pendidikan, melakukan pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi
informasi terbaru, dan mempraktekkan teori-teori pembelajaran modern dalam
mencerdaskan siswanya. Saat ini para guru banyak yang menerbitkan buku
pendidikan, menelaah kegiatan pembelajaran, menelitinya dalam bentuk penelitian
tindakan kelas dan membuat laprannya dalam bentuk karya ilmiah serta karya
inovasi. Tentunya hal ini harus di apresiasi, bahwa mereka telah berusaha
profesional dan meningkatan kompetensinya
Tiga Indikator Guru Berkualitas
Menurut Abraham Maslow, Kualitas seseorag
ditentukan oleh seberapa besar motivasinya untuk melaksanakan tugas dengan sebaiknya.Maka
kualitas guru ditentukan oleh keahlian (expertise),
organisasi profesi (corporateness) dan
tanggung jawab (responsibility).
Guru yang berkualitas harus menguasai bidang
ilmu yang diajarkannya (expertise).
Karena itu guru harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
Jangan hanya menunggu informasi dari dinas pendidikan namun ia harus memiliki
inisatif dan kreativitas untuk belajar sepanjang hanyak. Guru yang berkualitas
juga harus berkembang bersama dalam organisasi guru (corporateness) baik organisasi profesi PGRI, IGI FSGI maupun
organisasi guru mata pelajaran MGMP. Selanjutnya guru harus melaksanakan tugas
guru secara penuh tanggung jawab dan penuh dedikasi baik sebagai bagian dari
masyarakat maupun sebagai Makhluk Tuhan.
Sertifikasi guru memang belum memberikan perubahan langsung terhadap
kualitas pendidikan. Namun perubahan positif dari sertifikasi guru tetap ada,
secara tidak langsung mutu calon mahasiswa yang mendaftar ke program pendidikan
meningkat yang berarti meningkat pula mutu calon guru sehingga profesi guru di
masyarakat mendapat apresiasi yang tinggi dan cukup prestisius. Dan bagi guru,
sebuah tagline yang sering bergema sejak simposium guru tahun 2015 dapat
menjadi sebuah motivasi yaitu Guru Mulia
Karna Karya.
0 comments:
Posting Komentar